1. Identitas
Buku
Judul Buku :
Sepatu Dahlan
Penulis :
Khrisna Pabichara
Penerbit :
Noura Books
Cetakan :
Pertama, Mei 2012
Tebal :
369 halaman
Panjang :
21cm
2. Kepengarangan
Sepatu Dahlan merupakan
buku pertama dari trilogi yang ditulis oleh Khrisna Pabichara. Beliau adalah
seorang penulis prosa dan sudah menghasilkan 13 buku. Meski demikian, beliau
sangat serius dalam mengerjakan novel ini sampai-sampai mendatangi kota-kota
yang pernah ditinggali Dahlan Iskan sebagai tokoh utamanya dalam novel ini.
3. Tujuan
Resensi (Tujuan Penulis)
Novel ini menggambarkan dengan cukup
detai bagaimana masa kecil seorang Dahlan Iskan yang kini menduduki jabatan
menteri BUMN di Indonesia. Semasa kecil, Dahlan Iskan hidup dalam kemiskinan
dengan mimpi sederhananya yaitu “sepatu”. Sebuah mimpi yang sederhana, namun
sulit untuk didapatkan karena keterbatasan ekonomi, untuk makan saja kesulitan.
Namun demi “mimpi” kita memang harus berjuang.
4. Tujuan
Resensator (tujuan peresensi)
Novel ini merupakan novel yang
menarik dan banyak mengandung nilai-nilai kehidupan. Kisah tentang
perjuangan seorang anak miskin dalam menggapai mimpi sederhananya menyimpan
banyak motivasi yang tersirat, terutama “kemiskinan bukanlah akhir dari
segalanya.” membuat kita terus bersyukur akan segala yang telah diberi Tuhan
dan tentang sikap pantang menyerah dalam menggapai mimpi.
5. Sinopsis
Kisah ini berawal dari sebuah desa
kecil di Magetan, Kebon Dalem. Sebuah kampung kecil diantara perkebunan tebu yang
mayoritas penduduknya hidup kekurangan. Tidak ada listrik ataupun fasilitas
lainnya. Saat malam datang rumah-rumah itu hanya berhias lampu teplok. Makanan
keseharian mereka Hanyalah Tiwul, karena hanya itu yang mampu mereka beli.
Mayoritas pekerjaan mereka adalah nyabit, nguli, dan ngangon, dan itu pula yang
dilakukan oleh seorang anak laki-laki bernama Dahlan.
Meski keadaannya demikian tak
menyurutkan niat Dahlan bersekolah di SR walau tanpa sepatu yang membuat
kakinya lecet hingga melepuh terutama saat musim kemarau. Dan semakin melepuh
saat Ia memasuki jenjang Tsanawiyah yang setara dengan SMP, karena jaraknya dua
kali lipat dibanding ketika SR. Sejujurnya, Dahlan sangat ingin mempunyai
sepatu, tapi jangankan untuk membeli sepatu, untuk makan pun terkadang tak ada.
Tak jarang Dahlan sarapan hanya
dengan segelas teh. Begitu pula ayah dan adiknya, jika lapar sudah melilit
perut mereka dan tak ada makanan sama sekali, mereka suka mengikatkan sarung di
perutnya untuk menahan lapar.
Suatu ketika Ibunya Dahlan masuk
rumah sakit. Saat itu benar-benar saat terberat bagi Dahlan, tak ada makanan di
rumah, dan Zain terus meronta kelaparan. Dahlan mencoba mencuri tebu, dan
sayangnya ketahuan oleh mandor Komar, Ia pun mendapat hukuman. Sejak saat itu
Ia tak berani mencuri lagi.
Keadaan semakin berat saat Ibunya
tak kunjung sembuh, hingga akhirnya meninggal. Semakin pupus sudah harapan
Dahlan untuk memiliki sepasang sepatu. Tapi Ia tak menyerah, Ia masih memiliki
Bapak. Bapak, laki-laki yang keras dan disiplin namun sangat Dahlan sayangi. Ia
akhirnya berjuang keras demi Bapak, demi senyum yang tak pernah Bapak lontarkan
lagi semenjak kematian Ibunya. Prestasi Dahlan di sekolahnya, yaitu Pesantren
Takeran semakin meningkat, Ia menjadi kapten bola Voli di sekolahnya, dan Ia
terpilih menjadi pengurus Ikatan Santri Pesantren Takeran, ini membuat Bapak
bangga dan tersenyum.
Suatu ketika, diadakan pertandingan
Voli se-Kabupaten Magelang. Dahlan berjuang keras agar timnya dapat menang.
Latihan yang sangat melelahkan di sela-sela pekerjaan yang tak ada habisnya.
Dan itu terbayar kontan dengan kemenangan Timnya. Semenjak itu Dahlan dipercaya
sebagai pelatih Tim Voli anak-anak dari pegawai Pabrik Gula Gorang-Gareng.
Dengan pekejaan ini hidup Dahlan mulai meningkat, Ia bisa dekat dengan gadis
bermata indah, Aisha. Dan yang terpenting upah dari hasil melatih Voli yang Ia
kumpulkan akhirnya dapat mewujudkan mimpi sederhananya “sepatu dan sepeda”.
6. Kelebihan dan
Kekurangan Buku
Kelebihan buku ini terdapat pada
gaya bahasanya yang sederhana, tidak bebelit-belit sehingga mudah dimengerti.
Beberapa kutipan percakapan juga diselipi dengan kata-kata dari bahasa Jawa
namun tidak menyulitkan pembaca dan tetap mudah dimengerti.
Kekurangan buku ini terdapat pada
penggunaan alur. Penulis menggunakan alur maju di setiap babnya, namun alur
antar bab tidak menentu (maju-mundur) ada yang tidak tidak berkesinambungan.
Seperti pada bab kelima sampai bab ketujuh, yang berturut-turut berjudul
“Berhenti Merawat Luka”, “Riwayat Sumur Tua”, dan “Senyum Ibu”. Bab kelima dan
ketujuh menceritakan tentang keadaan keluarganya namun pada bab keenam
menceritakan tentang sejarah yang tidak ada hubungannya sama sekali, hal ini
bisa saja dapat membingungkan pembaca.
7. Nilai Buku (Kesimpulan
dan Saran)
Buku ini cocok untuk dibaca oleh
kalangan remaja hingga orang tua. Isinya sederhana dan penuh motivasi. Motivasi
untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi walau di atas segala keterbatasan dan
juga bersyukur pada Tuhan atas segala nikmat-Nya.